Industri MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition) menjadi salah satu sektor yang memiliki dampak besar terhadap perekonomian global, termasuk Indonesia. Namun, seiring dengan meningkatnya kesadaran terhadap isu lingkungan, industri MICE juga menghadapi tuntutan untuk beradaptasi dan menjalankan praktik yang lebih ramah lingkungan. Dalam artikel ini, akan dibahas mengenai bagaimana sektor MICE di Indonesia dapat mengelola acara secara berkelanjutan, mulai dari pengelolaan sampah, pemilihan lokasi yang ramah lingkungan, hingga langkah-langkah pengurangan jejak karbon.
Keberlanjutan dalam Industri MICE: Sebuah Kebutuhan Global
Keberlanjutan dalam industri MICE merujuk pada penerapan prinsip-prinsip yang mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dalam setiap aspek penyelenggaraan acara. Dalam konteks ini, prinsip keberlanjutan mencakup tiga aspek utama: pengelolaan sumber daya alam, pengurangan sampah, dan penggunaan energi yang efisien. Menurut penelitian yang dipublikasikan oleh Bausch et al. (2019) dalam International Journal of Event Management, industri MICE berkontribusi terhadap konsumsi energi yang tinggi dan produksi sampah dalam jumlah besar, yang memberikan tekanan pada lingkungan. Oleh karena itu, penting bagi penyelenggara acara untuk mengimplementasikan langkah-langkah yang dapat mengurangi jejak lingkungan dari kegiatan MICE.
“Industri MICE memiliki potensi besar untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan jika dikelola dengan baik, salah satunya melalui pengelolaan energi dan pengurangan sampah yang efektif,” kata Dr. Andi Wijaya, seorang akademisi di bidang keberlanjutan dan manajemen acara dalam wawancara pada seminar yang diselenggarakan di Universitas Indonesia pada 2022. Penelitiannya menunjukkan bahwa dengan pengelolaan yang tepat, industri ini dapat berkontribusi positif terhadap tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs).
Pengelolaan Sampah: Langkah Awal Menuju Keberlanjutan
Pengelolaan sampah menjadi tantangan utama dalam industri MICE. Kegiatan besar seperti konferensi, pameran, dan konser dapat menghasilkan volume sampah yang sangat besar, terutama dari kemasan makanan, brosur, dan peralatan sekali pakai lainnya. Menurut laporan yang diterbitkan oleh O’Neill et al. (2017) dalam Journal of Event Sustainability, sekitar 60% sampah yang dihasilkan selama acara MICE berasal dari barang sekali pakai. Oleh karena itu, penerapan prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle) sangat penting untuk meminimalkan dampak sampah.
Penyelenggara acara perlu mengganti penggunaan plastik sekali pakai dengan bahan-bahan ramah lingkungan yang dapat terurai secara alami. Salah satu contoh implementasi ini dapat dilihat dalam penyelenggaraan World Green Tourism Conference yang diadakan di Bali pada 2022. Acara ini berhasil mengurangi penggunaan plastik sekali pakai hingga 70%, dengan mengganti bahan promosi cetak dengan digitalisasi informasi dan memanfaatkan material dekorasi yang dapat digunakan kembali.
Selain itu, pengelolaan sampah juga mencakup pengumpulan dan pemilahan sampah yang efisien selama acara berlangsung. Banyak acara besar di Eropa telah mengimplementasikan sistem pemilahan sampah yang memudahkan peserta untuk membuang sampah dengan benar. Hal ini juga dapat diterapkan di Indonesia, dengan peningkatan kesadaran dan edukasi kepada peserta acara tentang pentingnya pemilahan sampah.
Pemilihan Lokasi yang Ramah Lingkungan: Efisiensi Energi dan Sumber Daya
Lokasi acara juga memainkan peran penting dalam penerapan keberlanjutan dalam industri MICE. Pemilihan lokasi yang ramah lingkungan dapat mengurangi jejak karbon yang dihasilkan oleh acara tersebut. Pusat konferensi dan gedung pertemuan yang ramah lingkungan harus memiliki sertifikasi Green Building atau setidaknya menerapkan praktik pengelolaan energi yang efisien.
Sebagai contoh, Jakarta Convention Center (JCC) telah menjadi pelopor dalam penggunaan teknologi ramah lingkungan di Indonesia. Dengan menerapkan penggunaan pencahayaan LED yang hemat energi, serta sistem pendingin udara yang efisien, JCC berhasil mengurangi konsumsi energi secara signifikan. Penggunaan air yang efisien dan sistem daur ulang air juga merupakan langkah penting yang diambil oleh JCC untuk mendukung keberlanjutan acara.
Selain itu, penyelenggaraan acara yang memprioritaskan aksesibilitas dengan transportasi umum dan kendaraan listrik dapat mengurangi emisi karbon yang dihasilkan dari kendaraan pribadi. Dalam hal ini, pemerintah daerah dan penyelenggara acara dapat bekerja sama untuk menyediakan solusi transportasi yang ramah lingkungan bagi peserta acara.
Penggunaan Teknologi dalam Pengelolaan Acara MICE yang Berkelanjutan
Pemanfaatan teknologi digital dalam acara MICE dapat mengurangi konsumsi bahan-bahan fisik dan mempermudah pengelolaan acara secara lebih efisien. Teknologi tidak hanya membantu mengelola registrasi peserta atau distribusi materi acara, tetapi juga dapat digunakan untuk memantau konsumsi energi di lokasi acara. Dalam hal ini, teknologi dapat berfungsi untuk mengurangi jejak karbon yang dihasilkan oleh acara.
Sebagai contoh, penggunaan aplikasi acara untuk registrasi peserta, pemesanan tiket, dan pengaturan jadwal telah membantu mengurangi penggunaan kertas yang berlebihan. Aplikasi ini memungkinkan para peserta untuk mengakses informasi acara secara digital, yang pada gilirannya mengurangi sampah yang dihasilkan dari brosur atau tiket fisik. Hal ini sejalan dengan temuan yang dikemukakan oleh Jafari (2015) dalam Event Management Journal, yang menyatakan bahwa penggunaan aplikasi digital dapat mengurangi hingga 50% konsumsi kertas dalam acara besar.
Studi Kasus: Keberhasilan Penerapan Keberlanjutan pada Acara MICE
Penerapan keberlanjutan dalam industri MICE tidak hanya terbatas pada teori, tetapi sudah banyak diterapkan dalam berbagai acara di dunia. Sebagai contoh, pada ajang COP21 yang diadakan di Paris pada 2015, penyelenggara acara berhasil mengurangi jejak karbon dengan menggunakan transportasi umum dan energi terbarukan. Selain itu, lebih dari 80% sampah yang dihasilkan selama acara tersebut berhasil didaur ulang, yang menunjukkan komitmen tinggi terhadap prinsip keberlanjutan.
Di Indonesia, acara The World Green Tourism Conference yang diselenggarakan di Bali pada 2022 juga menjadi contoh sukses penerapan keberlanjutan dalam sektor MICE. Acara ini tidak hanya fokus pada keberlanjutan di sektor pariwisata, tetapi juga dalam penyelenggaraannya sendiri. Penggunaan bahan makanan organik, pengurangan sampah plastik, dan penyediaan transportasi berbasis listrik untuk peserta acara adalah beberapa langkah yang diambil untuk meminimalkan dampak lingkungan.
Tantangan dan Peluang Keberlanjutan dalam Industri MICE di Indonesia
Walaupun telah ada upaya yang signifikan untuk menerapkan keberlanjutan dalam industri MICE di Indonesia, tantangan besar tetap ada. Salah satunya adalah kurangnya kesadaran di kalangan pelaku industri mengenai pentingnya pengelolaan acara yang ramah lingkungan. Selain itu, biaya tambahan yang mungkin timbul akibat penggunaan teknologi ramah lingkungan atau bahan-bahan alternatif juga dapat menjadi hambatan.
Namun, peluang untuk meningkatkan keberlanjutan dalam industri MICE di Indonesia sangat besar. Dengan semakin berkembangnya teknologi hijau dan dukungan pemerintah dalam hal insentif untuk penyelenggara acara yang ramah lingkungan, sektor ini dapat terus berkembang dengan prinsip keberlanjutan yang lebih kuat. Pemerintah daerah juga dapat mempercepat implementasi kebijakan keberlanjutan dengan menyediakan fasilitas yang mendukung, seperti transportasi ramah lingkungan dan pusat konferensi yang efisien energi.
Keberlanjutan dalam industri MICE bukanlah pilihan, tetapi sebuah keharusan yang harus diimplementasikan secara menyeluruh. Pengelolaan sampah yang efisien, pemilihan lokasi yang ramah lingkungan, dan penggunaan teknologi untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan adalah langkah-langkah penting dalam menciptakan acara MICE yang berkelanjutan. Dengan kesadaran dan komitmen dari semua pihak—baik penyelenggara, pemerintah, maupun peserta—industri MICE di Indonesia dapat berkontribusi dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan, serta membangun citra negara yang peduli terhadap keberlanjutan lingkungan.